BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di wilayah Indonesia kira-kira 80% merupakan pedesaan dan 20%
merupakan perkotaan. Dimana seluruh wilayah Indonesia secara administrative
terbagi habis menjadi desa-desa. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan,maka
terdapat desa di tengah pulau dan desa di tepi pantai, di samping itu terdapat
desa yang meliputi pulau kecil. Berhubung permukaan bumi tidak sama, maka dapat
dibedakan pula desa di dataran, desa di lembah, desa di perbukitan, dan desa di pegunungan.
Pada umumnya desa di tengah pulau
atau desa pedalaman mempunyai pemukiman yang terpusat dikelilingi oleh
tanah untuk kegiatan ekonominya, seperti sawah, ladang, hutan dan sebagainya.
Desa di tepi sungai merupakan pemukiman yang linier dengan tempat kegiatan
ekonominya. Sedangkan desa yang terletak
di perbukitan sering mempunyai pola pemukiman tersebar. Jadi
secara geografis di Indonesia terdapat
desa pedalaman, desa pantai desa sungai.
Berdasarkan orientasi dan topografi terdapat pemukiman memusat (linier)
dan tersebar (dispersed).
Karena kenyataannya adalah Indonesia negara
pedesaan yaitu sekitar 80% wilayah indonesia, sehingga kita perlu memahami apa
yang dimaksud desa, bagaimana keadaan desa seperti apa perilaku orang desa dan sebagainya.
Lebih khususnya perlu dipahami tentang bagaimana
karakteristik masyarakat desa oleh karena itu dalam penelitian
ini judul yang di angkat adalah “karekteristik masyarakat desa”
1.2 Rumusan
Masalah
Bagaimana
karakteristik masyarakat desa Tanjangawan, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten
Gresik, Daerah Industri Jawa Timur
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran karakteristik masyarakat desa
Tanjangawan, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Daerah Industri Jawa
Timur
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secra
teoritis
Penelitian
ini diharapkan memberi pemahaman
serta pengetahuan baru bagi pembaca
mengenai studi karakteristik masyarakat desa ,ditengah arus transformasi sosial
melalui beberapa pendekatan perspektif khususnya dibidang ilmu sosial.
1.4.2
Secara
praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan
gagasan dan ide untuk membangun suatu pemikiran mengenai karakteristik
masyarakat desa sehingga kita bias mempertimbangkan apa yang harus kita lakukan
atau langkah seperti apa yang harus dijalani untuk memajukan atau
mensosialisasikan peraturan atau budaya baru secara efektif dan efisien.
Penelitian ini juga diharapkan
melahirkan paradigma yang variatif untuk
menganalisa degradasi perilaku masyarakat desa yang terpengaruh oleh
modernisasi yang berakibat pada karakteristik masyarakat desa melalui
pendekatan- pendekatan yang kompilatif.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Desa
Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah
tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam
Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Desa menurut Widjaja (2003) dalam
bukunya Otonomi Desa menyatakan bahwa Desa
adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam
mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Desa juga merupakan suatu kesatuan
hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Desa
merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan
kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Menurut
Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat
dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa desa ialah suatu wilayah yang
merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang
mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
yang dimana corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan.
Selain itu bisa disimpulkan juga bahwa pedesaan adalah sebuah lingkungan yang
khas memiliki otonomi dan kewenangan dalam mengatur kepentingan masyarakat yang
memiliki kultur serta berbagai kearifan lokal yang khas serta lingkungan yang
masih alami dan kondusif yang banyak berpengaruh terhadap karakter masyarakat
di pedesaan.
2.2 Pengertian Karakteristik Masyarakat Desa
Dalam
masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat
perkotaan (urban community). Menurut
Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan
pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun
kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan
masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita
dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing
punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan
fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda,
bahkan kadang-kadang dikatakan berlawanan pula.
Pitirim A.
Sorokin dan Carle C. Zimmerman (dalam T.L. Smith & P.E. Zop, 1970)
mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik
desa dan kota, yaitu:
1.
Mata pencaharian,
2.
Ukuran komunitas
3.
Tingkat kepadatan penduduk
4.
Lingkungan
5.
Differensiasi sosial
6.
Stratifikasi sosial
7.
Interaksi sosial
8.
Solidaritas sosial.
Secara
umum, dalam kehidupan masyarakat di pedesaan dapat dilihat dari beberapa
karakterisrik yang mereka miliki, sebagaimana yang dikemukakan Roucek &
Warren (1963), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Mereka memiliki sifat yang homogen
dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan, serta dalam sikap dan
tingkah laku.
2.
Kehidupan di desa lebih menekankan
anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua anggota keluarga turut
bersama-sama terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna
memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.
3.
Faktor geografis sangat berpengaruh
atas kehidupan yang ada, misalnya keterikatan antara masyarakat dengan tanah
atau desa kelahirannya.
4.
Hubungan
sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada di kota, serta jumlah
anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar.
Sedangkan menurut Paul H.
Landis ciri-ciri masyarakat desa adalah sebagai berikut:
1.
Mempunyai pergaulan hidup yang
saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
2.
Ada pertalian perasaan yang sama
tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3.
Cara
berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam
seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan.
Selain
pandangan tersebut, Rogers (1969)
mengemukakan ciri-ciri masyarakat pedesaan yang hampir serupa dengan beberapa
pandangan sebelumnya.
1.
Mutual
distrust interpersonal relations, yaitu adanya rasa tidak percaya
secara timbal balik antara petani satu dengan yang lainnya. Hal ini biasanya
terjadi karena anggota komunitas memperebutkan sumber-sumber ekonomi yang
sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhannya yang relatif tidak terbatas.
2.
Perceived
limited good, yaitu pandangan yang sempit di kalangan petani, sehingga
hal-hal yang baik dan kesempatan untuk maju selalu terbatas.
3.
Dependence on hostility towards
government authority, adanya keter-gantungan dan
sekaligus curiga terhadap pemerintah atau pada unsur-unsur pemerintah
4.
Familism,
yaitu adanya rasa kehidupan kekeluargaan, keakraban di antara orang-orang yang
memiliki pertalian kekerabatan.
5.
Lack
of innovations, yaitu adanya rasa enggan untuk menerima atau menciptakan
ide-ide baru. Untuk merubah keadaan ini perlu adanya orang luar (out sider) baik dari pihak pemerintah
maupun swasta yang menggerakkan mereka.
6.
Fatalism,
yaitu gambaran tentang rendahnya wawasan masyarakat desa untuk menanggapi atau
merencanakan masa depan mereka. Mereka cenderung memandang bahwa keberhasilan
bukan ditentukan oleh kerja kerasnya, melainkan berada pada kekuatan
supranatural.
Berdasarkan
dari beberapa pandangan di atas, menunjukkan bahwa ada pendapat yang selalu
menekankan bahwa desa dianggap sebagai desa pertanian, padahal pada kenyataan
ada juga desa yang nonpertanian. Sebagian lagi definisi yang masih
menggambarkan desa dengan ideal yang artinya desa secara eksplisit berbeda
dengan kota. Dengan banyaknya faktor-faktor eksternal yang masuk dan
memengaruhi kehidupan desa maka dapat dikatakan bahwa komunitas desa mulai
berkembang ke arah komunitas kota, di mana adat-istiadat, tradisi atau pola
kebudayaan tradisional desa mengalami proses perubahan.
Berbagai pengertian itu tidak dapat diterapkan
secara universal untuk desa-desa di Indonesia karena kondisi yang sangat
beragam antara satu dengan yang lainnya. Bagi daerah yang lebih maju khususnya
di Pulau Jawa dan Pulau Bali, antara desa dan kota tidak lagi terdapat
perbedaan yang jelas sehingga pengertian dan karakteristik tersebut menjadi
tidak berlaku. Namun, bagi daerah yang belum berkembang khususnya desa-desa di
luar Pulau Jawa dan Pulau Bali, pengertian tersebut masih cukup relevan.
Dalam
buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot
Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
(Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri masyarakat desa sebagai berikut :
1.
Afektifitas ada hubungannya dengan
perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam
sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang
diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
2.
Orientasi kolektif sifat ini
merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan ,
tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat,
intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
3.
Partikularisme pada dasarnya adalah
semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat
atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya
yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
4.
Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau
sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja,
tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau
keturunan.(lawanya prestasi)
5.
Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak
jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan
eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan
sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada
desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
Adapun juga
masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang
biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi
tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan
masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial
religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian
karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah
karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka,
yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini
menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan
pedesaan.
1. Sederhana
Sebagian
besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi
karena dua hal:
a. Secara ekonomi memang tidak mampu
b. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
2. Mudah curiga
Secara umum,
masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya
b. Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap
“asing”
3. Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai
“orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau
“unggah-ungguh” apabila:
a. Bertemu dengan tetangga
b. Berhadapan dengan pejabat
c. Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan
d. Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi
e. Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
4. kekeluargaan (guyub)
Sudah
menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan
persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
5. Lugas
“Berbicara
apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak
peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang
mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang
mereka miliki.
6. Tertutup dalam hal keuangan
Biasanya
masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi
kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu
dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei
pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan
pengeluaran mereka.
7. Perasaan “minder” terhadap orang kota
Satu
fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun
tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya
yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
8. Menghargai (“ngajeni”) orang lain
Masyarakat
desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya
sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak
selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau
dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.
9. Jika diberi janji, akan selalu diingat
Bagi
masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan
sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini
didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya
terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.Sebaliknya
bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang
begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa
menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah
standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan
selalu mengingat pengalaman itu.
10. Suka gotong-royong
Salah satu
ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia
adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan
istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta
mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang
sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian
materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi
sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi
tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
11. Demokratis
Sejalan
dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan
terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme
musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa)
sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
12. Religius
Masyarakat
pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat
menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri
ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban,
Jumat Kliwonan, dll.
BAB III
DISKRIPSI
HASIL LAPANGAN
3.1 Lokasi/ Desa
3.1.1 Peta
Desa
3.1.2 Dena Desa
Keterangan:
a.
M1 : Musholla
b.
M2 : Masjid
c.
S1 : Sekolah
Dasar
d.
S2 : MI Al
Huda
e.
B : Balai Desa
3.1.3
Komposisi penduduk
Komposisi
penduduk adalah
pengelompokkan penduduk berdasarkan kriteria (ukuran) tertentu. Dasar untuk
menyusun komposisi penduduk yang umum digunakan adalah umur, jenis kelamin,
mata pencaharian, dan tempat tinggal. Pengelompokkan penduduk dapat digunakan
untuk dasar dalam pengambilan kebijakan dan pembuatan program dalam mengatasi
masalah-masalah di bidang kependudukan.
Di atas sudah
dijelaskan tentang definisi Komposisi penduduk dan
dasar menyusun komposisi penduduk yang salah satunya adalah komposisi penduduk
menurut jenis kelamin dan mata pencaharian. berdasarkan data yang didapatkan
saat penelitian di desa tanjangawan bahwa komposisi penduduk menurut jenis
kelamin dan mata pencarian penduduk adalah sebagai berikut:
·
Komposisi penduduk
menurut jenis kelamin desa tanjangawan,kec ujung pangkah kab. Gresik adalah
sebagai berikut: desa tanjang awan terdiri dari 751 penduduk bejenis kelamin
laki-laki dan 695 berjenis kelamin perempuan .
·
Komposisi penduduk
menurut jenis pekerjaan di desa Tanjangawan
kec. Ujung pangkah kab. Gresik adalah sebagai berikut berdasarkan temuan
dilapangan bahwa penduduk desa tanjangawan sebagian besar bermata pencarian
sebagai petani baik itu petani tambak maupun petani sawah. Dan sisanya adalah
bermata pencarian sebagai pedagang, sopir, buruh pabrik,pns,tki dll lebih
jelasnya lihat diagram di bawah ini :
3.2 Temuan
Lapangan Tetang Karakteristik Masyarakat Desa
3.2.1 Masyarakat sedang berkembang atau belum berkembang
Dalam
konsep pembangunan yang dikembangkan selama ini, dikotomi antara kota dan desa
tidak dapat terhindarkan. Dalam teori dan pelaksanaan pembangunan, pada umumnya
kegiatan pertanian dianggap identik dengan desa, sedangkan industri identik
dengan kota. Dikotomi yang cenderung hitam putih ini membawa implikasi yang
banyak menimbulkan masalah dalam implementasinya, misalnya adalah pencapaian
tujuan pembangunan yang tidak optimal atau menetapkan indikator pembangunan
yang cenderung lebih tinggi bagi kemajuan pembangunan desa.
Di
negara berkembang umumnya, pembangunan yang lebih banyak difokuskan di
perkotaan dengan penekanan pada pembangunan industri dibandingan di pedesaan
menyebabkan terjadinya “bias pada perkotaan’” yang mencerminkan alokasi
sumberdaya yang lebih berpihak pada kota sedangkan sektor pertanian diabaikan.
Sebaliknya, pembangunan pedesaan (rural-led development) didesain dengan
cenderung mengabaikan perkotaan dan mendefinisikan wilayah perdesaan dari
aktifitas pertaniannya belaka (Suparlan, 2007). Padahal, selain khas dan bahwa
desa tidak sama dengan kota, karakteristik sosial ekonomi penduduk pedesaan dan
sumberdaya alam yang medukungnya pun sangat beragam antar belahan dunia.
Pembangunan
nasional yang bias ke kota menyebabkan pembangunan pada kota-kota besar di
Indonesia memunculkan permasalahan seperti urbanisasi dan sektor informal yang
tidak terkontrol. Sebagai contoh, tiap tahun jumlah urbanisasi di Surabaya
mencapai 3-4 persen dari total jumlah penduduk yang saat ini mencapai 2 juta
jiwa (Akhmad, 2007). Hal ini ironis dengan kenyataan bahwa di Surabaya saat ini
terdapat sekitar 111.000 warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara
dampak terhadap lapangan pekerjaan, menurut Rachbini (2006), jumlah pekerja
informal pada tahun 2005 mencapai 61 juta orang atau 64 persen dari seluruh
penduduk yang bekerja. Angka tersebut meningkat dari waktu ke waktu karena
penyerapan tenaga kerja di sektor formal tidak cukup signifikan.
Di
lain pihak, pada wilayah pedesaan terjadi tekanan terhadap penduduk terhadap
sumber daya alam, timbulnya kemiskinan, degradasi lingkungan, serta
merenggangnya hubungan sosial yang ada. Perbandingan tingkat kesejahteraan
masyarakat dan tingkat pembangunan wilayah, menunjukkan bahwa kawasan perdesaan
masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan perkotaan. Di Indonesia,
jumlah penduduk miskin di perdesaan pada tahun 2004 mencapai 24,6 juta jiwa,
dua kali lipat lebih lebih tinggi dibanding di perkotaan, yaitu 11,5 juta jiwa.
Dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK), pembangunan
pedesaan dijadikan sebagai salah satu program tersendiri dalam RPJM (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah) 2005-2009. Namun, agar tidak terjadi lagi
pembangunan pedesaan yang “urban bias” perlu perumusan-perumusan baru baik
dalam konsep maupun strategi, pendekatan, dan indikator keberhasilan.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di desa Tanjangawan kec. Ujung pangkah kab. Gresik
pada waktu lalu. Di temukan bahwa desa tanjangawan merupakan desa sedang berkembang
karena dilihat dari pembangunan selama 5 tahun
terakhir desa tersebut belum mengalami perkembangan yang signifikan.
Baik itu dalam segi perekonomian warganya maupun dari sektor pendidikannya
terbukti dari 378 KK, terdapat 49 KK
yang kaya,111 KK yang hidup pas-pas”an dan 199 KK hidup di garis kemiskinan.
Walaupun perkembangannya berjalan agak lambat tetapi desa tanjangawan termasuk
desa yang sedang berkembang karena setiap tahunnya desa tersebut mengalami
perkembangan walaupun tidak signifikan.
3.2.2 Sebagian besar atau sekitar 70%
samapai 80% masyarakat bertani (petani sawah, petani tambak)
Dari
hasil penelitian yang dilakukan di desa Tanjangawaan kec. Ujung pangkah kab.
Gresik ditemukan hasil bahwa masyarakat desa tanjangawan masih banyak yang
menggantungkan hidupnya dengan alam artinya adalah sebagian besar dari jumlah penduduk usia kerja di desa tanjangawan itu bermata
pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 70% penduduk usia kerja adalah berprofesi sebagai petani baik itu petani
tambak ataupun petani sawah dan sisanya adalah pegawai swasta dan PNS. Di bawah
ini adalah gambar kegiatan para petani desa tanjangawan.
3.2.3
Wilayah terpencil
Wilayah
pedesaan identik dengan daerah yang terisolasi dari dunia luar atau modernisasi
karena wilayahnya yang berada di pegunungan dan di pelosok pelosok daerah.
Tetapi dari hasil penelitian bahwa desa tanjangawan
terletak di kabupaten gresik dan berada di kecamatan ujung pangkah dan desa
tanjangawan juga dekat dengan kecamatan sidayu kab. Gresik yang merupakan pusat
kegiatan warga gresik utara.Dari pernyataan diatas dapat
disimpulkan bahwasanya desa tanjangawan tidak terlalu terpencil namun
terisolasi dari modernisasi, karena masyarakat disana menjujung tinggi budaya
mereka sendiri.
3.2.4
pendidikan dan kesehatan
Dari pengamatan dilapangan dari segi pendidikan dan kesehatan yang ada
di desa tanjang awan itu belum memadai karena di desa tersebut baru ada 1
sarana pendidikan itu pun sampai dengan pendidikan madrasa ibtidaiyah atau SD
jadi setelah lulus SD masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikannya ke
jenjang yang lebih tinggi lagi mereka harus sekolah di luar desa atau luar
kecamatan . selain itu dari data yang diperoleh selama berda di desa
tanjangawan dari segi Pendidikan presentasinya adalah sebagai berikut:
17,84% tidak tamat SD, 40,54% tamat SLTP, 27,23% tamat SLTA ,diploma atau S1 13,66%.
Sedangkan dari segi kesehatan desa Tanjangawan kec.
Ujung pangkah kab. Gresik hanya mempunyai 1 puskesmas yang melayani kesehatan
warga sekitar.
3.2.5
Ketergantungan pada elit desa atau elit keluarga secara emisional masih kuat
Berdasarkan
penelitian di desa tanjangawan, dari segi pemerintahan Masyarakat
di sana hanya mengikuti kebijakan dari desa, tanpa ada usaha untuk memengaruhi
kebijakan tersebut. Kalau desa
membuat keputusan A masyarakat akan mengikuti kebbijakan tersebut selama kebijakan tersebut baik bagi desa.
3.2.6 Ikatan atau dasar hubungan antar
manusia berdasrkan etnik atau kesukuan atas dasar pertalian darah yang erat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan beberapa waktu lalu bahwa Masyarakat desa tanjangawan itu sangat homogen dan hubungan mereka
atas dasar kekeluargaan, sehingga apabila tetangga mereka ada yang tertimpa
musibah maka tetangga yang lain akan membantu atau menjenguk meskipun tidak di
suruh.
3.2.7 Pemukiman sederhana
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa tanjangawan beberapa waktu
lalu kami dapatkan beberapa data diantaranya mengenai permukiman yang ada di
desa tanjangawan. Bahwa permukiman desa tanjangawan tergolong desa linier di
dataran rendah yaitu Permukiman penduduk di desa tanjangawan umumnya memanjang
sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tersebut. Jika desa mekar secara
alami, tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman
baru. Ada kalanya pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ).
Lalu dibuat jalan raya mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak
terpencil.
Dan rumah didesa tanjangawan masih sangat
sederhana. Ada beberapa rumah
masyarakat masih sangat tradisional mereka membangun rumah asalkan cukup untuk
berteduh tanpa mementingkan kualitas rumahnya.
3.2.8 Konflik
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa tanjangawan beberapa waktu
lalu bahwa Masyarakat di desa tanjangawan sering terjadi konflik
salah satunya adalah konflik antar warga desa karena masalah sepele seperti
konflik yang terjadi pada awal tahun 2012 lalu, ada salah seorang peternak
kambing yang menggembala kambing terssebut di sawah setelah itu kambing
tersebut makan padi milik warga dan ketahuan pemiliknya padi tersebut akibatnya
terjadilah konflik antar warga dan menyebabkan salah seorang warga terluka
karena sambitan senjata tajam. Dan bukan hanya itu saja di desa tanjangawan
sering terjadi konflik antar pemuda desa tanjangawan dengan pemuda desa
tetangga. Biasanya konflik terjadi karena masalah sepele seperti bersenggolan
dan berbeda pendapat dan itu melibatkan semua kelompok pemuda desa konflik
seperti ini biasanya disebut dengan tawuran.
3.2.9 Gotong royong
Berdasarkan observasi di lapangan
masyarakat desa Tanjangawan sering
mengadakan kegiatan gotong royong terutama pada hari
libur masyarakat di desa tanjangawan melakukan kegiatan gotong royong yang
disana biasanya di sebut dengan kerja bakti untuk membersikan lingkungan
sekitar desa. Dan pada saat kita observasi di lapangan masyarakat di desa
tanjangawan sedang kerja bakti untuk membangun gapura desa. Di bawah ini adalah
gambar gapura desa tanjang awan yang sedang di perbaiki dan di kerjakan secara
gotong royong.
3.2.10 Tolong monolong
Dari hasil
pengamatan di desa Tanjangawan, kec Ujung Pangkah, kab Gresik bahwa masyarakat
di desa tersebut mempunyai keperdulian yang sangat erat antara warga yang satu
dengan warga yang lainnya. Contohnya: ketika ada salah satu warga yang
mengalami kesusaan seperti kebakaran,warga yang meninggal dunia,kecelakaan,dan
lain sebagainya. pasti tetangga dekat atau warga sekitar menolongnya tanpa
dimintai tolong
3.2.11 Musyawaroh
Ketika pemerintah desa akan membuat
kebijakan maka kebijakan yang akan diterapkan akan di musyawarohkan dengan
penduduk desa terlebih dahulu, yang diwakili oleh masing masing ketua RT,
kemudian hasil kebijakan akan di sosialisasikan pada masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
•
Dalam masyarakat modern, sering
dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural
community) dan masyarakat perkotaan (urban
community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak
mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual.
•
Komposisi penduduk
berdasarkan pekerjaan petani : laki-laki 125, perempuan 122, dagang : laki-laki 8, perempuan 20. Sopir : laki-laki 8.
Buruh pabrik
: laki-laki 14,
perempuan 20,PNS: laki-laki 18 , perempuan 8, Pegawai Swasta:
laki-laki 18, perempuan 3, TKI : laki-laki 20, perempuan 5
•
Masyarakat sedang berkembang atau
belum berkembang
•
Sebagian besar atau sekitar 70%
samapai 80% masyarakat bertani (petani sawah, petani tambak),
•
Wilayah terpencil
•
Struktur pendidikan dan kesehatan
yang timpang dengan pendapatan mereka dari hasil pertanian yang amat kecil
•
Ketergantungan pada elit desa atau
elit keluarga secara emisional masih
kuat
•
Ikatan atau dasar hubungan antar
manusia berdasrkan etnik atau kesukuan atas dasar pertalian darah yang erat.
•
Pemukiman sederhana dengan pola
patrilokal atau maatrilokal
•
Konflik
•
Gotong royong
•
Musyawaroh.
5.2 SARAN
Bagi pemerintah: dalam membuat
kebijakan terutama mengenai kebijakan pembangunan yang lebihmengutamakan
kemajuan desa karena mayoritas wilayah Indonesia adalah pedesaan
Bagi
masarakat desa: dalam melakukan pertanian sebaiknya menggunakan bahan bahan
alami bukan kimia agar hasil pertanian lebih sehat dan berkualitas, sehingga
masyarakat perekonomiannya semakin maju.
LAMPIRAN
Dibawah
ini merupakan lampiran jadwal kegiatan selama penelitian dan foto-foto atau
gambar kegiatan selama berada di desa tanjangawan kec. Ujung pangka kab. Gresik
.
Jadwal
kegiatan penelitahan di desa tanjangawan
tgl
|
jam
|
Kegiatan
|
|
30/10
/12
|
16.05
|
Izin
kepada bapak kepala desa untuk melaksanakan kegiatan
|
|
16.45
|
Meminta
izin kepada RT/RW untuk bermalam
|
||
16.55
|
Berkeliling
desa tanjangawan
|
||
17.30
|
Istirahat
di masjid dan sholat magrib berjama’ah
bersama warga
|
||
20.00
|
Berdiskusi
dengan tim peneliti untuk menyunsun kegiatan selama berada di desa
tanjangawan
|
||
31/10/12
|
04.00
|
Sholat
shubuh berjama’ah bersama warga tanjangawan
|
|
06.00
|
Olaraga
bareng bersama warga sekitar
|
||
08.00
|
Terjun
kelapangan dan mengikuti kegiatan di persawaan dan balai desa
|
||
20.00
|
Melakukan
wawancara dan diskusi dengan perangkat desa tanjangawan
|
||
22.35
|
Diskusi
dengan tim peneliti dan merekap ulang hasil observasi di desa tanjangawan
|
||
01/11/12
|
04.00
|
Sholat
shubuh berjama’ah dengan masyarakat desa tanjangawan
|
|
06.00
|
Senam
di kelurahan
|
||
07.30
|
Membantu
warga panen padi di sawa dan melakukan observasi
|
||
10.00
|
Ikut
serta dalam gotong royong membangun gapura desa
|
||
15.30
|
Berpamitan
untuk pulang kepada kepala desa dan warga sekitar
|
||
.
bro, boleh minta tolong ga? punya referensi buku tentang status sosial ekonomi ga? saya lagi ngerjain skripsi nih butuh banget buku itu. tolong dibantu bro. tolong mention saya di @brandoharison makasi banyak bro
BalasHapusBagus artikelnya, menginpirasi kami
BalasHapusBagi bapak/ ibu yang membuthkan guru Les Privat SD, SMP, SMA silahkan hubungi kami.
Bagus artikelnya, menginpirasi kami
BalasHapusBagi bapak/ ibu yang membuthkan guru Les Privat SD, SMP, SMA silahkan hubungi kami.