Sabtu, 19 Januari 2013

sistem politik indonesia


Sistem Politik Indonesia
            Perdebatan tentang politik, sistem politik tidak akan pernah berhenti pada satu titik kesepakatan, hal ini disebabkan wujud kajian ilmu politik yang bersifat abstrak. Sistem politik indonesia merupakan serangkaian kegiatan pemerintahan negara indonesia dalam rangka menjaga eksistensi negara.  Sistem politik indonesia ini bersub sistem-kan sitem kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik lainnya. Dalam prakteknya sistem Politik Indonesia bersama-sama dengan sistem ekonomi, sistem hukum dan sistem-sistem lainnya menjadi bagian (subsistem) dari sistem yang lebih besar yang kemudian disebut sistem Nasional lebih tepatnya sistem sosial Indonesia. Secara sosiologis sub sistem politik ini akan menjalankan perannya sesuai denga harapan (expectation) dari peran politik dalam eksistensi NKRI. Pada prakteknya sistem politik indonesia ini akan saling melengkapi dan mempengaruhi beberapa sub sistem lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungan alam, geografi dan budaya masyarakat dalam dialog ekologi sehingga tercipta equilibrium masyarakat dalam bernegara.
Secara definitif sistem politik indonesia diartikan sebagai serangkaian aturan dalam penyelenggaraan negara republik Indonesia berdasarkan pada pancasila dan UUD 45. Pancasila dan UUD 45 merumuskan berbagai tujuan kenegaraan. Eksistensi pemerintahan yang terepresentasi dalam lembaga negara merupakan hasil dari proses sistem politik Indonesia. Sistem politik indonesia merupakan organisasi beberapa sub sistem antara lain;sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, birokrasi dan berbagai konsep politis lainnya yang saling mempengaruhi sehingga tercipta satu kesatuan yang utuh yang kemudian berproses menjalankan pemerintahan Indonesia.

karakteristik sosial budaya masyarakat tanjangawan kec ujung pangkah kab gresik

BAB I
PEDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
  Di wilayah Indonesia kira-kira 80% merupakan pedesaan dan 20% merupakan perkotaan. Dimana seluruh wilayah Indonesia secara administrative terbagi habis menjadi desa-desa. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan,maka terdapat desa di tengah pulau dan desa di tepi pantai, di samping itu terdapat desa yang meliputi pulau kecil. Berhubung permukaan bumi tidak sama, maka dapat dibedakan pula desa di dataran, desa di lembah, desa di  perbukitan, dan desa di pegunungan.
Pada umumnya desa di tengah pulau  atau desa pedalaman mempunyai pemukiman yang terpusat dikelilingi oleh tanah untuk kegiatan ekonominya, seperti sawah, ladang, hutan dan sebagainya. Desa di tepi sungai merupakan pemukiman yang linier dengan tempat kegiatan ekonominya.  Sedangkan desa yang terletak di perbukitan  sering  mempunyai pola pemukiman tersebar. Jadi secara  geografis di Indonesia terdapat desa pedalaman, desa pantai desa sungai.  Berdasarkan orientasi dan topografi terdapat pemukiman memusat (linier) dan  tersebar (dispersed).
   Karena kenyataannya adalah Indonesia negara pedesaan yaitu sekitar 80% wilayah indonesia, sehingga kita perlu memahami apa yang dimaksud desa, bagaimana keadaan desa seperti apa perilaku orang desa dan sebagainya.
   Lebih khususnya perlu dipahami tentang bagaimana karakteristik masyarakat desa oleh karena itu dalam penelitian ini  judul yang di angkat adalah “karekteristik masyarakat desa”
1.2     Rumusan Masalah
           Bagaimana karakteristik masyarakat desa Tanjangawan, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Daerah Industri Jawa Timur
1.3           Tujuan Penelitian
           Untuk mengetahui gambaran karakteristik masyarakat desa Tanjangawan, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Daerah Industri Jawa Timur
1.4   Manfaat Penelitian
1.4.1    Secra teoritis
Penelitian ini diharapkan memberi  pemahaman serta  pengetahuan baru bagi pembaca mengenai studi karakteristik masyarakat desa ,ditengah arus transformasi sosial melalui beberapa pendekatan perspektif khususnya dibidang ilmu sosial.
1.4.2         Secara praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan gagasan dan ide untuk membangun suatu pemikiran mengenai karakteristik masyarakat desa sehingga kita bias mempertimbangkan apa yang harus kita lakukan atau langkah seperti apa yang harus dijalani untuk memajukan atau mensosialisasikan peraturan atau budaya baru secara efektif dan efisien.
Penelitian ini juga diharapkan melahirkan paradigma yang  variatif untuk menganalisa degradasi perilaku masyarakat desa yang terpengaruh oleh modernisasi yang berakibat pada karakteristik masyarakat desa melalui pendekatan- pendekatan yang kompilatif. 



















BAB II
LANDASAN TEORI
2.1     Pengertian Desa
  Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Desa menurut Widjaja (2003) dalam bukunya Otonomi Desa menyatakan bahwa  Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Desa juga merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
  Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa desa ialah suatu wilayah yang merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan. Selain itu bisa disimpulkan juga bahwa pedesaan adalah sebuah lingkungan yang khas memiliki otonomi dan kewenangan dalam mengatur kepentingan masyarakat yang memiliki kultur serta berbagai kearifan lokal yang khas serta lingkungan yang masih alami dan kondusif yang banyak berpengaruh terhadap karakter masyarakat di pedesaan.
2.2     Pengertian Karakteristik Masyarakat Desa
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan berlawanan pula.
Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman (dalam T.L. Smith & P.E. Zop, 1970) mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik desa dan kota, yaitu:
1.      Mata pencaharian,
2.      Ukuran komunitas
3.      Tingkat kepadatan penduduk
4.      Lingkungan
5.      Differensiasi sosial
6.      Stratifikasi sosial
7.      Interaksi sosial
8.      Solidaritas sosial.

Secara umum, dalam kehidupan masyarakat di pedesaan dapat dilihat dari beberapa karakterisrik yang mereka miliki, sebagaimana yang dikemukakan Roucek & Warren (1963), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.        Mereka memiliki sifat yang homogen dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku.
2.        Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.
3.        Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada, misalnya keterikatan antara masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya.
4.         Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada di kota, serta jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar.

Sedangkan menurut Paul H. Landis ciri-ciri masyarakat desa adalah sebagai berikut:
1.        Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
2.        Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3.         Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Selain pandangan tersebut, Rogers (1969) mengemukakan ciri-ciri masyarakat pedesaan yang hampir serupa dengan beberapa pandangan sebelumnya.
1.        Mutual distrust interpersonal relations, yaitu adanya rasa tidak percaya secara timbal balik antara petani satu dengan yang lainnya. Hal ini biasanya terjadi karena anggota komunitas memperebutkan sumber-sumber ekonomi yang sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhannya yang relatif tidak terbatas.
2.        Perceived limited good, yaitu pandangan yang sempit di kalangan petani, sehingga hal-hal yang baik dan kesempatan untuk maju selalu terbatas.
3.         Dependence on hostility towards government authority, adanya keter-gantungan dan sekaligus curiga terhadap pemerintah atau pada unsur-unsur pemerintah
4.        Familism, yaitu adanya rasa kehidupan kekeluargaan, keakraban di antara orang-orang yang memiliki pertalian kekerabatan.
5.        Lack of innovations, yaitu adanya rasa enggan untuk menerima atau menciptakan ide-ide baru. Untuk merubah keadaan ini perlu adanya orang luar (out sider) baik dari pihak pemerintah maupun swasta yang menggerakkan mereka.
6.        Fatalism, yaitu gambaran tentang rendahnya wawasan masyarakat desa untuk menanggapi atau merencanakan masa depan mereka. Mereka cenderung memandang bahwa keberhasilan bukan ditentukan oleh kerja kerasnya, melainkan berada pada kekuatan supranatural.
Berdasarkan dari beberapa pandangan di atas, menunjukkan bahwa ada pendapat yang selalu menekankan bahwa desa dianggap sebagai desa pertanian, padahal pada kenyataan ada juga desa yang nonpertanian. Sebagian lagi definisi yang masih menggambarkan desa dengan ideal yang artinya desa secara eksplisit berbeda dengan kota. Dengan banyaknya faktor-faktor eksternal yang masuk dan memengaruhi kehidupan desa maka dapat dikatakan bahwa komunitas desa mulai berkembang ke arah komunitas kota, di mana adat-istiadat, tradisi atau pola kebudayaan tradisional desa mengalami proses perubahan.
 Berbagai pengertian itu tidak dapat diterapkan secara universal untuk desa-desa di Indonesia karena kondisi yang sangat beragam antara satu dengan yang lainnya. Bagi daerah yang lebih maju khususnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali, antara desa dan kota tidak lagi terdapat perbedaan yang jelas sehingga pengertian dan karakteristik tersebut menjadi tidak berlaku. Namun, bagi daerah yang belum berkembang khususnya desa-desa di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali, pengertian tersebut masih cukup relevan.
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri masyarakat desa sebagai berikut :
1.        Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
2.        Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
3.        Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
4.         Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi)
5.         Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

            Adapun juga masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan.
1. Sederhana
            Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a. Secara ekonomi memang tidak mampu
b. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
2. Mudah curiga
            Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya
b. Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”
3. Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”
            Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
a. Bertemu dengan tetangga
b. Berhadapan dengan pejabat
c. Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan
d. Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi
e. Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
4. kekeluargaan (guyub)
            Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
5. Lugas
            “Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
6. Tertutup dalam hal keuangan
            Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
7. Perasaan “minder” terhadap orang kota
            Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
8. Menghargai (“ngajeni”) orang lain
            Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.

9. Jika diberi janji, akan selalu diingat
            Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu mengingat pengalaman itu.
10. Suka gotong-royong
            Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.

11. Demokratis
            Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
12. Religius
            Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.














BAB III
DISKRIPSI HASIL LAPANGAN
3.1       Lokasi/ Desa
            3.1.1    Peta Desa



3.1.2    Dena Desa



Keterangan:
a.      M1 : Musholla
b.      M2 : Masjid
c.       S1 : Sekolah Dasar
d.      S2 : MI Al Huda
e.       B : Balai Desa
3.1.3            Komposisi penduduk
            Komposisi penduduk adalah pengelompokkan penduduk berdasarkan kriteria (ukuran) tertentu. Dasar untuk menyusun komposisi penduduk yang umum digunakan adalah umur, jenis kelamin, mata pencaharian, dan tempat tinggal. Pengelompokkan penduduk dapat digunakan untuk dasar dalam pengambilan kebijakan dan pembuatan program dalam mengatasi masalah-masalah di bidang kependudukan.
Di atas sudah dijelaskan tentang definisi Komposisi penduduk dan dasar menyusun komposisi penduduk yang salah satunya adalah komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan mata pencaharian. berdasarkan data yang didapatkan saat penelitian di desa tanjangawan bahwa komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan mata pencarian penduduk adalah sebagai berikut:
·         Komposisi penduduk menurut jenis kelamin desa tanjangawan,kec ujung pangkah kab. Gresik adalah sebagai berikut: desa tanjang awan terdiri dari 751 penduduk bejenis kelamin laki-laki dan 695 berjenis kelamin  perempuan .
·         Komposisi penduduk menurut jenis pekerjaan di desa Tanjangawan kec. Ujung pangkah kab. Gresik adalah sebagai berikut berdasarkan temuan dilapangan bahwa penduduk desa tanjangawan sebagian besar bermata pencarian sebagai petani baik itu petani tambak maupun petani sawah. Dan sisanya adalah bermata pencarian sebagai pedagang, sopir, buruh pabrik,pns,tki dll lebih jelasnya lihat diagram di bawah ini :

 

3.2     Temuan Lapangan Tetang Karakteristik Masyarakat Desa
            3.2.1    Masyarakat sedang berkembang atau belum berkembang
            Dalam konsep pembangunan yang dikembangkan selama ini, dikotomi antara kota dan desa tidak dapat terhindarkan. Dalam teori dan pelaksanaan pembangunan, pada umumnya kegiatan pertanian dianggap identik dengan desa, sedangkan industri identik dengan kota. Dikotomi yang cenderung hitam putih ini membawa implikasi yang banyak menimbulkan masalah dalam implementasinya, misalnya adalah pencapaian tujuan pembangunan yang tidak optimal atau menetapkan indikator pembangunan yang cenderung lebih tinggi bagi kemajuan pembangunan desa.
            Di negara berkembang umumnya, pembangunan yang lebih banyak difokuskan di perkotaan dengan penekanan pada pembangunan industri dibandingan di pedesaan menyebabkan terjadinya “bias pada perkotaan’” yang mencerminkan alokasi sumberdaya yang lebih berpihak pada kota sedangkan sektor pertanian diabaikan. Sebaliknya, pembangunan pedesaan (rural-led development) didesain dengan cenderung mengabaikan perkotaan dan mendefinisikan wilayah perdesaan dari aktifitas pertaniannya belaka (Suparlan, 2007). Padahal, selain khas dan bahwa desa tidak sama dengan kota, karakteristik sosial ekonomi penduduk pedesaan dan sumberdaya alam yang medukungnya pun sangat beragam antar belahan dunia.
            Pembangunan nasional yang bias ke kota menyebabkan pembangunan pada kota-kota besar di Indonesia memunculkan permasalahan seperti urbanisasi dan sektor informal yang tidak terkontrol. Sebagai contoh, tiap tahun jumlah urbanisasi di Surabaya mencapai 3-4 persen dari total jumlah penduduk yang saat ini mencapai 2 juta jiwa (Akhmad, 2007). Hal ini ironis dengan kenyataan bahwa di Surabaya saat ini terdapat sekitar 111.000 warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara dampak terhadap lapangan pekerjaan, menurut Rachbini (2006), jumlah pekerja informal pada tahun 2005 mencapai 61 juta orang atau 64 persen dari seluruh penduduk yang bekerja. Angka tersebut meningkat dari waktu ke waktu karena penyerapan tenaga kerja di sektor formal tidak cukup signifikan.
            Di lain pihak, pada wilayah pedesaan terjadi tekanan terhadap penduduk terhadap sumber daya alam, timbulnya kemiskinan, degradasi lingkungan, serta merenggangnya hubungan sosial yang ada. Perbandingan tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan wilayah, menunjukkan bahwa kawasan perdesaan masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan perkotaan. Di Indonesia, jumlah penduduk miskin di perdesaan pada tahun 2004 mencapai 24,6 juta jiwa, dua kali lipat lebih lebih tinggi dibanding di perkotaan, yaitu 11,5 juta jiwa. Dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK), pembangunan pedesaan dijadikan sebagai salah satu program tersendiri dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2005-2009. Namun, agar tidak terjadi lagi pembangunan pedesaan yang “urban bias” perlu perumusan-perumusan baru baik dalam konsep maupun strategi, pendekatan, dan indikator keberhasilan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa Tanjangawan kec. Ujung pangkah kab. Gresik pada waktu lalu. Di temukan bahwa desa tanjangawan merupakan desa sedang berkembang karena dilihat dari pembangunan selama 5 tahun  terakhir desa tersebut belum mengalami perkembangan yang signifikan. Baik itu dalam segi perekonomian warganya maupun dari sektor pendidikannya terbukti dari  378 KK, terdapat 49 KK yang kaya,111 KK yang hidup pas-pas”an dan 199 KK hidup di garis kemiskinan. Walaupun perkembangannya berjalan agak lambat tetapi desa tanjangawan termasuk desa yang sedang berkembang karena setiap tahunnya desa tersebut mengalami perkembangan walaupun tidak signifikan.

3.2.2    Sebagian besar atau sekitar 70% samapai 80% masyarakat bertani (petani sawah, petani tambak)
            Dari hasil penelitian yang dilakukan di desa Tanjangawaan kec. Ujung pangkah kab. Gresik ditemukan hasil bahwa masyarakat desa tanjangawan masih banyak yang menggantungkan hidupnya dengan alam artinya adalah sebagian besar dari jumlah penduduk  usia kerja di desa tanjangawan itu bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 70% penduduk usia kerja adalah  berprofesi sebagai petani baik itu petani tambak ataupun petani sawah dan sisanya adalah pegawai swasta dan PNS. Di bawah ini adalah gambar kegiatan para petani desa tanjangawan.
 





3.2.3    Wilayah terpencil
            Wilayah pedesaan identik dengan daerah yang terisolasi dari dunia luar atau modernisasi karena wilayahnya yang berada di pegunungan dan di pelosok pelosok daerah. Tetapi dari hasil penelitian bahwa desa tanjangawan terletak di kabupaten gresik dan berada di kecamatan ujung pangkah dan desa tanjangawan juga dekat dengan kecamatan sidayu kab. Gresik yang merupakan pusat kegiatan warga gresik utara.Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwasanya desa tanjangawan tidak terlalu terpencil namun terisolasi dari modernisasi, karena masyarakat disana menjujung tinggi budaya mereka sendiri.
3.2.4    pendidikan dan kesehatan
Dari pengamatan dilapangan dari segi pendidikan dan kesehatan yang ada di desa tanjang awan itu belum memadai karena di desa tersebut baru ada 1 sarana pendidikan itu pun sampai dengan pendidikan madrasa ibtidaiyah atau SD jadi setelah lulus SD masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi mereka harus sekolah di luar desa atau luar kecamatan . selain itu dari data yang diperoleh selama berda di desa tanjangawan dari segi Pendidikan presentasinya adalah sebagai berikut: 17,84% tidak tamat SD, 40,54% tamat SLTP, 27,23%  tamat SLTA ,diploma atau S1 13,66%.
Sedangkan dari segi kesehatan desa Tanjangawan kec. Ujung pangkah kab. Gresik hanya mempunyai 1 puskesmas yang melayani kesehatan warga sekitar.

3.2.5    Ketergantungan pada elit desa atau elit keluarga  secara emisional masih kuat
Berdasarkan penelitian di desa tanjangawan, dari segi pemerintahan Masyarakat di sana hanya mengikuti kebijakan dari desa, tanpa ada usaha untuk memengaruhi kebijakan tersebut. Kalau desa membuat keputusan A masyarakat akan mengikuti kebbijakan tersebut  selama kebijakan tersebut baik bagi desa.
3.2.6    Ikatan atau dasar hubungan antar manusia berdasrkan etnik atau kesukuan atas dasar pertalian darah yang erat.
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan beberapa waktu lalu bahwa Masyarakat desa tanjangawan itu sangat homogen dan hubungan mereka atas dasar kekeluargaan, sehingga apabila tetangga mereka ada yang tertimpa musibah maka tetangga yang lain akan membantu atau menjenguk meskipun tidak di suruh.
3.2.7    Pemukiman sederhana
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa tanjangawan beberapa waktu lalu kami dapatkan beberapa data diantaranya mengenai permukiman yang ada di desa tanjangawan. Bahwa permukiman desa tanjangawan tergolong desa linier di dataran rendah yaitu Permukiman penduduk di desa tanjangawan umumnya memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tersebut. Jika desa mekar secara alami, tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.
 Dan rumah didesa tanjangawan masih sangat sederhana. Ada beberapa rumah masyarakat masih sangat tradisional mereka membangun rumah asalkan cukup untuk berteduh tanpa mementingkan kualitas rumahnya.


3.2.8    Konflik
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa tanjangawan beberapa waktu lalu bahwa Masyarakat di desa tanjangawan sering terjadi konflik salah satunya adalah konflik antar warga desa karena masalah sepele seperti konflik yang terjadi pada awal tahun 2012 lalu, ada salah seorang peternak kambing yang menggembala kambing terssebut di sawah setelah itu kambing tersebut makan padi milik warga dan ketahuan pemiliknya padi tersebut akibatnya terjadilah konflik antar warga dan menyebabkan salah seorang warga terluka karena sambitan senjata tajam. Dan bukan hanya itu saja di desa tanjangawan sering terjadi konflik antar pemuda desa tanjangawan dengan pemuda desa tetangga. Biasanya konflik terjadi karena masalah sepele seperti bersenggolan dan berbeda pendapat dan itu melibatkan semua kelompok pemuda desa konflik seperti ini biasanya disebut dengan tawuran.
3.2.9    Gotong royong
             Berdasarkan observasi di lapangan masyarakat desa Tanjangawan sering mengadakan kegiatan gotong royong terutama pada hari libur masyarakat di desa tanjangawan melakukan kegiatan gotong royong yang disana biasanya di sebut dengan kerja bakti untuk membersikan lingkungan sekitar desa. Dan pada saat kita observasi di lapangan masyarakat di desa tanjangawan  sedang kerja bakti untuk membangun gapura desa. Di bawah ini adalah gambar gapura desa tanjang awan yang sedang di perbaiki dan di kerjakan secara gotong royong.







3.2.10  Tolong monolong
            Dari hasil pengamatan di desa Tanjangawan, kec Ujung Pangkah, kab Gresik bahwa masyarakat di desa tersebut mempunyai keperdulian yang sangat erat antara warga yang satu dengan warga yang lainnya. Contohnya: ketika ada salah satu warga yang mengalami kesusaan seperti kebakaran,warga yang meninggal dunia,kecelakaan,dan lain sebagainya. pasti tetangga dekat atau warga sekitar menolongnya tanpa dimintai tolong
 






3.2.11  Musyawaroh
            Ketika pemerintah desa akan membuat kebijakan maka kebijakan yang akan diterapkan akan di musyawarohkan dengan penduduk desa terlebih dahulu, yang diwakili oleh masing masing ketua RT, kemudian hasil kebijakan akan di sosialisasikan pada masyarakat.


















BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
                     Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
                     Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan petani : laki-laki 125, perempuan 122, dagang : laki-laki 8, perempuan 20. Sopir : laki-laki 8. Buruh pabrik : laki-laki 14, perempuan 20,PNS: laki-laki 18 , perempuan 8, Pegawai Swasta: laki-laki 18, perempuan 3, TKI : laki-laki 20, perempuan 5
                     Masyarakat sedang berkembang atau belum berkembang
                     Sebagian besar atau sekitar 70% samapai 80% masyarakat bertani (petani sawah, petani tambak),
                      Wilayah terpencil
                     Struktur pendidikan dan kesehatan yang timpang dengan pendapatan mereka dari hasil pertanian yang amat kecil
                     Ketergantungan pada elit desa atau elit keluarga  secara emisional masih kuat
                     Ikatan atau dasar hubungan antar manusia berdasrkan etnik atau kesukuan atas dasar pertalian darah yang erat.
                     Pemukiman sederhana dengan pola patrilokal atau maatrilokal
                     Konflik
                     Gotong royong
                     Musyawaroh.

5.2 SARAN
            Bagi pemerintah: dalam membuat kebijakan terutama mengenai kebijakan pembangunan yang lebihmengutamakan kemajuan desa karena mayoritas wilayah Indonesia adalah pedesaan
Bagi masarakat desa: dalam melakukan pertanian sebaiknya menggunakan bahan bahan alami bukan kimia agar hasil pertanian lebih sehat dan berkualitas, sehingga masyarakat perekonomiannya semakin maju.






LAMPIRAN
Dibawah ini merupakan lampiran jadwal kegiatan selama penelitian dan foto-foto atau gambar kegiatan selama berada di desa tanjangawan kec. Ujung pangka kab. Gresik .
Jadwal kegiatan penelitahan di desa tanjangawan
tgl
jam
Kegiatan
30/10
/12
16.05
Izin kepada bapak kepala desa untuk melaksanakan kegiatan
16.45
Meminta izin kepada RT/RW untuk bermalam
16.55
Berkeliling desa tanjangawan
17.30
Istirahat di masjid dan sholat magrib  berjama’ah bersama warga
20.00
Berdiskusi dengan tim peneliti untuk menyunsun kegiatan selama berada di desa tanjangawan
31/10/12
04.00
Sholat shubuh berjama’ah bersama warga tanjangawan
06.00
Olaraga bareng bersama warga sekitar
08.00
Terjun kelapangan dan mengikuti kegiatan di persawaan dan balai desa
20.00
Melakukan wawancara dan diskusi dengan perangkat desa tanjangawan
22.35
Diskusi dengan tim peneliti dan merekap ulang hasil observasi di desa tanjangawan
01/11/12
04.00
Sholat shubuh berjama’ah dengan masyarakat desa tanjangawan
06.00
Senam di kelurahan
07.30
Membantu warga panen padi di sawa dan melakukan observasi
10.00
Ikut serta dalam gotong royong membangun gapura desa
15.30
Berpamitan untuk pulang kepada kepala desa dan warga sekitar












 

              





 


.